2/05/2013

macam - macam budaya indonesia

Kebudayaan nasional
Kebudayaan nasional secara mudah dimengerti sebagai kebudayaan yang diakui sebagai identitas nasional. Definisi kebudayaan nasional menurut TAP MPR No.II tahun 1998, yakni:
{{cquote2|Kebudayaan nasional yang berlandaskan Pancasila adalah perwujudan cipta, karya dan karsa bangsa Indonesia dan merupakan keseluruhan daya upaya manusia Indonesia untuk mengembangkan harkat dan martabat sebagai bangsa, serta diarahkan untuk memberikan wawasan dan makna pada pembangunan nasional dalam segenap bidang kehidupan bangsa. Dengan demikian Pembangunan Nasional merupakan pembangunan yang berbudaya.[1]
Disebutkan juga pada pasal selanjutnya bahwa kebudayaan nasional juga mencermikan nilai-nilai luhur bangsa. Tampaklah bahwa batasan kebudayaan nasional yang dirumuskan oleh pemerintah berorientasi pada pembangunan nasional yang dilandasi oleh semangat Pancasila.
Kebudayaan nasional dalam pandangan Ki Hajar Dewantara adalah “puncak-puncak dari kebudayaan daerah”. Kutipan pernyataan ini merujuk pada paham kesatuan makin dimantapkan, sehingga ketunggalikaan makin lebih dirasakan daripada kebhinekaan. Wujudnya berupa negara kesatuan, ekonomi nasional, hukum nasional, serta bahasa nasional. Definisi yang diberikan oleh Koentjaraningrat dapat dilihat dari peryataannya: “yang khas dan bermutu dari suku bangsa mana pun asalnya, asal bisa mengidentifikasikan diri dan menimbulkan rasa bangga, itulah kebudayaan nasional”. Pernyataan ini merujuk pada puncak-puncak kebudayaan daerah dan kebudayaan suku bangsa yang bisa menimbulkan rasa bangga bagi orang Indonesia jika ditampilkan untuk mewakili identitas bersama.[2]
Pernyataan yang tertera pada GBHN tersebut merupakan penjabaran dari UUD 1945 Pasal 32. Dewasa ini tokoh-tokoh kebudayaan Indonesia sedang mempersoalkan eksistensi kebudayaan daerah dan kebudayaan nasional terkait dihapuskannya tiga kalimat penjelasan pada pasal 32 dan munculnya ayat yang baru. Mereka mempersoalkan adanya kemungkinan perpecahan oleh kebudayaan daerah jika batasan mengenai kebudayaan nasional tidak dijelaskan secara gamblang.
Sebelum di amandemen, UUD 1945 menggunakan dua istilah untuk mengidentifikasi kebudayaan daerah dan kebudayaan nasional. Kebudayaan bangsa, ialah kebudayaan-kebudayaan lama dan asli yang terdapat sebagi puncak-puncak di daerah-daerah di seluruh Indonesia, sedangkan kebudayaan nasional sendiri dipahami sebagai kebudayaan angsa yang sudah berada pada posisi yang memiliki makna bagi seluruh bangsa Indonesia. Dalam kebudayaan nasional terdapat unsur pemersatu dari Banga Indonesia yang sudah sadar dan menglami persebaran secara nasional. Di dalamnya terdapat unsur kebudayaan bangsa dan unsur kebudayaan asing, serta unsur kreasi baru atau hasil invensi nasional. [3]
Kebudayaan daerah
Seluruh kebudayaan daerah yang berasal dari kebudayaan beraneka ragam suku-suku di Indonesia merupakan bagian integral daripada kebudayaan Indonesia.
Kebudayaan Indonesia walau beraneka ragam, namun pada dasarnya terbentuk dan dipengaruhi oleh kebudayaan besar lainnya seperti kebudayaan Tionghoa, kebudayaan India dan kebudayaan Arab. Kebudayaan India terutama masuk dari penyebaran agama Hindu dan Buddha di Nusantara jauh sebelum Indonesia terbentuk. Kerajaan-kerajaan yang bernafaskan agama Hindu dan Budha sempat mendominasi Nusantara pada abad ke-5 Masehi ditandai dengan berdirinya kerajaan tertua di Nusantara, Kutai, sampai pada penghujung abad ke-15 Masehi.
Kebudayaan Tionghoa masuk dan mempengaruhi kebudayaan Indonesia karena interaksi perdagangan yang intensif antara pedagang-pedagang Tionghoa dan Nusantara (Sriwijaya). Selain itu, banyak pula yang masuk bersama perantau-perantau Tionghoa yang datang dari daerah selatan Tiongkok dan menetap di Nusantara. Mereka menetap dan menikahi penduduk lokal menghasilkan perpaduan kebudayaan Tionghoa dan lokal yang unik. Kebudayaan seperti inilah yang kemudian menjadi salah satu akar daripada kebudayaan lokal modern di Indonesia semisal kebudayaan Jawa dan Betawi.
Kebudayaan Arab masuk bersama dengan penyebaran agama Islam oleh pedagang-pedagang Arab yang singgah di Nusantara dalam perjalanan mereka menuju Tiongkok.
Kedatangan penjelajah dari Eropa sejak abad ke-16 ke Nusantara, dan penjajahan yang berlangsung selanjutnya, membawa berbagai bentuk kebudayaan Barat dan membentuk kebudayaan Indonesia modern sebagaimana yang dapat dijumpai sekarang. Teknologi, sistem organisasi dan politik, sistem sosial, berbagai elemen budaya seperti boga, busana, perekonomian, dan sebagainya, banyak mengadopsi kebudayaan Barat yang lambat-laun terintegrasi dalam masyarakat.
Wujud kebudayaan daerah di Indonesia
Kebudayaan daerah tercermin dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat di seluruh daerah di Indonesia. Setiap saerah memilki ciri khas kebudayaan yang berbeda.




Rumah gadang, rumah adat sumatera barat
Tarian



Tari saman dari Aceh

Lagu
  • Jakarta: Kicir-kicir, Jali-jali, Lenggang Kangkung.
  • Maluku : Rasa Sayang-sayange, Ayo Mama
  • Melayu : Soleram, Tanjung Katung
  • Minangkabau : Kampuang nan Jauh di Mato, Kambanglah Bungo, Indang Sungai Garinggiang
  • Aceh : Bungong Jeumpa
  • Ampar-Ampar Pisang (Kalimantan Selatan)
  • Anak Kambing Saya (Nusa Tenggara Timur)
  • Oras Loro Malirin, Sonbilo, Tebe Onana, Ofalangga, Do Hawu, Bolelebo, Lewo Ro Piring Sina, Bengu Re Le Kaju, Aku Retang, Gaila Ruma Radha Nusa Tenggara Timur
  • Angin Mamiri (Sulawesi Selatan)
  • Anju Ahu (Sumatera Utara)
  • Apuse (Papua)
  • Ayam Den Lapeh (Sumatera Barat)
  • Barek Solok (Sumatera Barat)
  • Batanghari (Jambi)
  • Bubuy Bulan (Jawa Barat)
  • Buka Pintu (Maluku)
  • Bungo Bangso (Sumatera Utara)
  • Bungong Jeumpa (Aceh)
  • Burung Tantina (Maluku)
  • Butet (Sumatera Utara)
  • Cik-Cik Periuk (Kalimantan Barat)
  • Cikala Le Pongpong (Sumatera Utara)
  • Cing Cangkeling (Jawa Barat)
  • Cuk Mak Ilang (Sumatera Selatan)
  • Dago Inang Sarge (Sumatera Utara)
  • Dayung Palinggam (Sumatera Barat)
  • Dayung Sampan (Banten)
  • Dek Sangke (Sumatera Selatan)
  • Desaku (Nusa Tenggara Timur)
  • Esa Mokan (Sulawesi Utara)
  • Es Lilin (Jawa Barat)
  • Gambang Suling (Jawa Tengah)
  • Gek Kepriye (Jawa Tengah)
  • Goro-Gorone (Maluku)
  • Gending Sriwijaya (Sumatera Selatan)
  • Gundul Pacul (Jawa Tengah)
  • Helele U Ala De Teang (Nusa Tenggara Barat)
  • Huhatee (Maluku)
  • Ilir-Ilir (Jawa Tengah)
  • Indung-Indung (Kalimantan Timur)
  • Injit-Injit Semut (Jambi)
  • Jali-Jali (Jakarta)
  • Jamuran (Jawa Tengah)
  • Kabile-Bile (Sumatera Selatan)
  • Kalayar (Kalimantan Tengah)
  • Kambanglah Bungo (Sumatera Barat)
  • Kampuang Nan Jauh Di Mato (Sumatera Barat)
  • Ka Parak Tingga (Sumatera Barat)
  • Karatagan Pahlawan (Jawa Barat)
  • Keraban Sape (Jawa Timur)
  • Keroncong Kemayoran (Jakarta)
  • Kicir-Kicir (Jakarta)
  • Kole-Kole (Maluku)
  • Lalan Belek (Bengkulu)
  • Lembah Alas (Aceh)
  • Lisoi (Sumatera Utara)
  • Madekdek Magambiri (Sumatera Utara)
  • Malam Baiko (Sumatera Barat)
  • Mande-Mande (Maluku)
  • Manuk Dadali (Jawa Barat)
  • Ma Rencong (Sulawesi Selatan)
  • Mejangeran (Bali)
  • Mariam Tomong (Sumatera Utara)
  • Moree (Nusa Tenggara Barat)
  • Nasonang Dohita Nadua (Sumatera Utara)
  • O Ina Ni Keke (Sulawesi Utara)
  • Ole Sioh (Maluku)
  • Orlen-Orlen (Nusa Tenggara Barat)
  • O Ulate (Maluku)
  • Pai Mura Rame (Nusa Tenggara Barat)
  • Pakarena (Sulawesi Selatan)
  • Panon Hideung (Jawa Barat)
  • Paris Barantai (Kalimantan Selatan)
  • Peia Tawa-Tawa (Sulawesi Tenggara)
  • Peuyeum Bandung (Jawa Barat)
  • Pileuleuyan (Jawa Barat)
  • Pinang Muda (Jambi)
  • Piso Surit (Aceh)
  • Pitik Tukung (Yogyakarta)
  • Flobamora, Potong Bebek Angsa (Nusa Tenggara Timur)
  • Rambadia (Sumatera Utara)
  • Rang Talu (Sumatera Barat)
  • Rasa Sayang-Sayange (Maluku)
  • Ratu Anom (Bali)
  • Saputangan Bapuncu Ampat (Kalimantan Selatan)
  • Sarinande (Maluku)
  • Selendang Mayang (Jambi)
  • Sengko-Sengko (Sumatera Utara)
  • Siboga Tacinto (Sumatera Utara)
  • Sinanggar Tulo (Sumatera Utara)
  • Sing Sing So (Sumatera Utara)
  • Sinom (Yogyakarta)
  • Si Patokaan (Sulawesi Utara)
  • Sitara Tillo (Sulawesi Utara)
  • Soleram (Riau)
  • Surilang (Jakarta)
  • Suwe Ora Jamu (Yogyakarta)
  • Tanduk Majeng (Jawa Timur)
  • Tanase (Maluku)
  • Tapian Nauli (Sumatera Utara)

  • Tebe Onana (Nusa Tenggara Barat)
  • Te Kate Dipanah (Yogyakarta)
  • Tokecang (Jawa Barat)

  • Tope Gugu (Sulawesi Tengah)
  • Tumpi Wayu (Kalimantan Tengah)
  • Tutu Koda (Nusa Tenggara Barat)
  • Terang Bulan (Jakarta)
  • Yamko Rambe Yamko (Papua)
  • Bapak Pucung (Jawa Tengah)

  • Stasiun Balapan, Didi Kempot (Jawa Tengah)

  • bulu londong, malluya, io-io, ma'pararuk (Sulawesi Barat)
Musik
Alat musik

Gambar
Patung
Pakaian
Suara
  • Jawa: Sinden.
  • Sumatra: Tukang cerita.

    Kebudayaan nasional

    Kebudayaan nasional secara mudah dimengerti sebagai kebudayaan yang diakui sebagai identitas nasional. Definisi kebudayaan nasional menurut TAP MPR No.II tahun 1998, yakni:
    {{cquote2|Kebudayaan nasional yang berlandaskan Pancasila adalah perwujudan cipta, karya dan karsa bangsa Indonesia dan merupakan keseluruhan daya upaya manusia Indonesia untuk mengembangkan harkat dan martabat sebagai bangsa, serta diarahkan untuk memberikan wawasan dan makna pada pembangunan nasional dalam segenap bidang kehidupan bangsa. Dengan demikian Pembangunan Nasional merupakan pembangunan yang berbudaya.[1]
    Disebutkan juga pada pasal selanjutnya bahwa kebudayaan nasional juga mencermikan nilai-nilai luhur bangsa. Tampaklah bahwa batasan kebudayaan nasional yang dirumuskan oleh pemerintah berorientasi pada pembangunan nasional yang dilandasi oleh semangat Pancasila.
    Kebudayaan nasional dalam pandangan Ki Hajar Dewantara adalah “puncak-puncak dari kebudayaan daerah”. Kutipan pernyataan ini merujuk pada paham kesatuan makin dimantapkan, sehingga ketunggalikaan makin lebih dirasakan daripada kebhinekaan. Wujudnya berupa negara kesatuan, ekonomi nasional, hukum nasional, serta bahasa nasional. Definisi yang diberikan oleh Koentjaraningrat dapat dilihat dari peryataannya: “yang khas dan bermutu dari suku bangsa mana pun asalnya, asal bisa mengidentifikasikan diri dan menimbulkan rasa bangga, itulah kebudayaan nasional”. Pernyataan ini merujuk pada puncak-puncak kebudayaan daerah dan kebudayaan suku bangsa yang bisa menimbulkan rasa bangga bagi orang Indonesia jika ditampilkan untuk mewakili identitas bersama.[2]
    Pernyataan yang tertera pada GBHN tersebut merupakan penjabaran dari UUD 1945 Pasal 32. Dewasa ini tokoh-tokoh kebudayaan Indonesia sedang mempersoalkan eksistensi kebudayaan daerah dan kebudayaan nasional terkait dihapuskannya tiga kalimat penjelasan pada pasal 32 dan munculnya ayat yang baru. Mereka mempersoalkan adanya kemungkinan perpecahan oleh kebudayaan daerah jika batasan mengenai kebudayaan nasional tidak dijelaskan secara gamblang.
    Sebelum di amandemen, UUD 1945 menggunakan dua istilah untuk mengidentifikasi kebudayaan daerah dan kebudayaan nasional. Kebudayaan bangsa, ialah kebudayaan-kebudayaan lama dan asli yang terdapat sebagi puncak-puncak di daerah-daerah di seluruh Indonesia, sedangkan kebudayaan nasional sendiri dipahami sebagai kebudayaan angsa yang sudah berada pada posisi yang memiliki makna bagi seluruh bangsa Indonesia. Dalam kebudayaan nasional terdapat unsur pemersatu dari Banga Indonesia yang sudah sadar dan menglami persebaran secara nasional. Di dalamnya terdapat unsur kebudayaan bangsa dan unsur kebudayaan asing, serta unsur kreasi baru atau hasil invensi nasional. [3]

    Kebudayaan daerah

    Seluruh kebudayaan daerah yang berasal dari kebudayaan beraneka ragam suku-suku di Indonesia merupakan bagian integral daripada kebudayaan Indonesia.
    Kebudayaan Indonesia walau beraneka ragam, namun pada dasarnya terbentuk dan dipengaruhi oleh kebudayaan besar lainnya seperti kebudayaan Tionghoa, kebudayaan India dan kebudayaan Arab. Kebudayaan India terutama masuk dari penyebaran agama Hindu dan Buddha di Nusantara jauh sebelum Indonesia terbentuk. Kerajaan-kerajaan yang bernafaskan agama Hindu dan Budha sempat mendominasi Nusantara pada abad ke-5 Masehi ditandai dengan berdirinya kerajaan tertua di Nusantara, Kutai, sampai pada penghujung abad ke-15 Masehi.
    Kebudayaan Tionghoa masuk dan mempengaruhi kebudayaan Indonesia karena interaksi perdagangan yang intensif antara pedagang-pedagang Tionghoa dan Nusantara (Sriwijaya). Selain itu, banyak pula yang masuk bersama perantau-perantau Tionghoa yang datang dari daerah selatan Tiongkok dan menetap di Nusantara. Mereka menetap dan menikahi penduduk lokal menghasilkan perpaduan kebudayaan Tionghoa dan lokal yang unik. Kebudayaan seperti inilah yang kemudian menjadi salah satu akar daripada kebudayaan lokal modern di Indonesia semisal kebudayaan Jawa dan Betawi.
    Kebudayaan Arab masuk bersama dengan penyebaran agama Islam oleh pedagang-pedagang Arab yang singgah di Nusantara dalam perjalanan mereka menuju Tiongkok.
    Kedatangan penjelajah dari Eropa sejak abad ke-16 ke Nusantara, dan penjajahan yang berlangsung selanjutnya, membawa berbagai bentuk kebudayaan Barat dan membentuk kebudayaan Indonesia modern sebagaimana yang dapat dijumpai sekarang. Teknologi, sistem organisasi dan politik, sistem sosial, berbagai elemen budaya seperti boga, busana, perekonomian, dan sebagainya, banyak mengadopsi kebudayaan Barat yang lambat-laun terintegrasi dalam masyarakat.

    Wujud kebudayaan daerah di Indonesia

    Kebudayaan daerah tercermin dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat di seluruh daerah di Indonesia. Setiap saerah memilki ciri khas kebudayaan yang berbeda.

    Rumah adat





    Rumah gadang, rumah adat sumatera barat
  • Aceh
  • Sumatera Barat : Rumah Gadang
  • Sumatera Selatan : Rumah Limas
  • Jawa : Joglo
  • Papua : Honai
  • Sulawesi Selatan : Tongkonang (Tana Toraja), Bola Soba (Bugis Bone), Balla Lompoa (Makassar Gowa)
  • Sulawesi Tenggara: Istana buton
  • Sulawesi Utara: Rumah Panggung
  • Kalimantan Barat: Rumah Betang
  • Nusa Tenggara Timur: Lopo

Tarian




Tari saman dari Aceh


Lagu

  • Jakarta: Kicir-kicir, Jali-jali, Lenggang Kangkung.
  • Maluku : Rasa Sayang-sayange, Ayo Mama
  • Melayu : Soleram, Tanjung Katung
  • Minangkabau : Kampuang nan Jauh di Mato, Kambanglah Bungo, Indang Sungai Garinggiang
  • Aceh : Bungong Jeumpa
  • Ampar-Ampar Pisang (Kalimantan Selatan)
  • Anak Kambing Saya (Nusa Tenggara Timur)
  • Oras Loro Malirin, Sonbilo, Tebe Onana, Ofalangga, Do Hawu, Bolelebo, Lewo Ro Piring Sina, Bengu Re Le Kaju, Aku Retang, Gaila Ruma Radha Nusa Tenggara Timur
  • Angin Mamiri (Sulawesi Selatan)
  • Anju Ahu (Sumatera Utara)
  • Apuse (Papua)
  • Ayam Den Lapeh (Sumatera Barat)
  • Barek Solok (Sumatera Barat)
  • Batanghari (Jambi)
  • Bubuy Bulan (Jawa Barat)
  • Buka Pintu (Maluku)
  • Bungo Bangso (Sumatera Utara)
  • Bungong Jeumpa (Aceh)
  • Burung Tantina (Maluku)
  • Butet (Sumatera Utara)
  • Cik-Cik Periuk (Kalimantan Barat)
  • Cikala Le Pongpong (Sumatera Utara)
  • Cing Cangkeling (Jawa Barat)
  • Cuk Mak Ilang (Sumatera Selatan)
  • Dago Inang Sarge (Sumatera Utara)
  • Dayung Palinggam (Sumatera Barat)
  • Dayung Sampan (Banten)
  • Dek Sangke (Sumatera Selatan)
  • Desaku (Nusa Tenggara Timur)
  • Esa Mokan (Sulawesi Utara)
  • Es Lilin (Jawa Barat)
  • Gambang Suling (Jawa Tengah)
  • Gek Kepriye (Jawa Tengah)
  • Goro-Gorone (Maluku)
  • Gending Sriwijaya (Sumatera Selatan)
  • Gundul Pacul (Jawa Tengah)
  • Helele U Ala De Teang (Nusa Tenggara Barat)
  • Huhatee (Maluku)
  • Ilir-Ilir (Jawa Tengah)
  • Indung-Indung (Kalimantan Timur)
  • Injit-Injit Semut (Jambi)
  • Jali-Jali (Jakarta)
  • Jamuran (Jawa Tengah)
  • Kabile-Bile (Sumatera Selatan)
  • Kalayar (Kalimantan Tengah)
  • Kambanglah Bungo (Sumatera Barat)
  • Kampuang Nan Jauh Di Mato (Sumatera Barat)
  • Ka Parak Tingga (Sumatera Barat)
  • Karatagan Pahlawan (Jawa Barat)
  • Keraban Sape (Jawa Timur)
  • Keroncong Kemayoran (Jakarta)
  • Kicir-Kicir (Jakarta)
  • Kole-Kole (Maluku)
  • Lalan Belek (Bengkulu)
  • Lembah Alas (Aceh)
  • Lisoi (Sumatera Utara)
  • Madekdek Magambiri (Sumatera Utara)
  • Malam Baiko (Sumatera Barat)
  • Mande-Mande (Maluku)
  • Manuk Dadali (Jawa Barat)
  • Ma Rencong (Sulawesi Selatan)
  • Mejangeran (Bali)
  • Mariam Tomong (Sumatera Utara)
  • Moree (Nusa Tenggara Barat)
  • Nasonang Dohita Nadua (Sumatera Utara)
  • O Ina Ni Keke (Sulawesi Utara)
  • Ole Sioh (Maluku)
  • Orlen-Orlen (Nusa Tenggara Barat)
  • O Ulate (Maluku)
  • Pai Mura Rame (Nusa Tenggara Barat)
  • Pakarena (Sulawesi Selatan)
  • Panon Hideung (Jawa Barat)
  • Paris Barantai (Kalimantan Selatan)
  • Peia Tawa-Tawa (Sulawesi Tenggara)
  • Peuyeum Bandung (Jawa Barat)
  • Pileuleuyan (Jawa Barat)
  • Pinang Muda (Jambi)
  • Piso Surit (Aceh)
  • Pitik Tukung (Yogyakarta)
  • Flobamora, Potong Bebek Angsa (Nusa Tenggara Timur)
  • Rambadia (Sumatera Utara)
  • Rang Talu (Sumatera Barat)
  • Rasa Sayang-Sayange (Maluku)
  • Ratu Anom (Bali)
  • Saputangan Bapuncu Ampat (Kalimantan Selatan)
  • Sarinande (Maluku)
  • Selendang Mayang (Jambi)
  • Sengko-Sengko (Sumatera Utara)
  • Siboga Tacinto (Sumatera Utara)
  • Sinanggar Tulo (Sumatera Utara)
  • Sing Sing So (Sumatera Utara)
  • Sinom (Yogyakarta)
  • Si Patokaan (Sulawesi Utara)
  • Sitara Tillo (Sulawesi Utara)
  • Soleram (Riau)
  • Surilang (Jakarta)
  • Suwe Ora Jamu (Yogyakarta)
  • Tanduk Majeng (Jawa Timur)
  • Tanase (Maluku)
  • Tapian Nauli (Sumatera Utara)

  • Tebe Onana (Nusa Tenggara Barat)
  • Te Kate Dipanah (Yogyakarta)
  • Tokecang (Jawa Barat)

  • Tope Gugu (Sulawesi Tengah)
  • Tumpi Wayu (Kalimantan Tengah)
  • Tutu Koda (Nusa Tenggara Barat)
  • Terang Bulan (Jakarta)
  • Yamko Rambe Yamko (Papua)
  • Bapak Pucung (Jawa Tengah)

  • Stasiun Balapan, Didi Kempot (Jawa Tengah)

  • bulu londong, malluya, io-io, ma'pararuk (Sulawesi Barat)

Musik

Alat musik


Gambar

Patung

Pakaian

Suara

  • Jawa: Sinden.
  • Sumatra: Tukang cerita.
  • Talibun : (Sibolga, Sumatera Utara)

Sastra/tulisan

  • Jawa: Babad Tanah Jawa, karya-karya Ronggowarsito.
  • Bali: karya tulis di atas Lontar.
  • Sumatra bagian timur (Melayu): Hang Tuah
  • Sulawesi Selatan Naskah Tua Lontara
  • Timor Ai Babelen, Ai Kanoik

    Kebudayaan nasional

    Kebudayaan nasional secara mudah dimengerti sebagai kebudayaan yang diakui sebagai identitas nasional. Definisi kebudayaan nasional menurut TAP MPR No.II tahun 1998, yakni:
    {{cquote2|Kebudayaan nasional yang berlandaskan Pancasila adalah perwujudan cipta, karya dan karsa bangsa Indonesia dan merupakan keseluruhan daya upaya manusia Indonesia untuk mengembangkan harkat dan martabat sebagai bangsa, serta diarahkan untuk memberikan wawasan dan makna pada pembangunan nasional dalam segenap bidang kehidupan bangsa. Dengan demikian Pembangunan Nasional merupakan pembangunan yang berbudaya.[1]
    Disebutkan juga pada pasal selanjutnya bahwa kebudayaan nasional juga mencermikan nilai-nilai luhur bangsa. Tampaklah bahwa batasan kebudayaan nasional yang dirumuskan oleh pemerintah berorientasi pada pembangunan nasional yang dilandasi oleh semangat Pancasila.
    Kebudayaan nasional dalam pandangan Ki Hajar Dewantara adalah “puncak-puncak dari kebudayaan daerah”. Kutipan pernyataan ini merujuk pada paham kesatuan makin dimantapkan, sehingga ketunggalikaan makin lebih dirasakan daripada kebhinekaan. Wujudnya berupa negara kesatuan, ekonomi nasional, hukum nasional, serta bahasa nasional. Definisi yang diberikan oleh Koentjaraningrat dapat dilihat dari peryataannya: “yang khas dan bermutu dari suku bangsa mana pun asalnya, asal bisa mengidentifikasikan diri dan menimbulkan rasa bangga, itulah kebudayaan nasional”. Pernyataan ini merujuk pada puncak-puncak kebudayaan daerah dan kebudayaan suku bangsa yang bisa menimbulkan rasa bangga bagi orang Indonesia jika ditampilkan untuk mewakili identitas bersama.[2]
    Pernyataan yang tertera pada GBHN tersebut merupakan penjabaran dari UUD 1945 Pasal 32. Dewasa ini tokoh-tokoh kebudayaan Indonesia sedang mempersoalkan eksistensi kebudayaan daerah dan kebudayaan nasional terkait dihapuskannya tiga kalimat penjelasan pada pasal 32 dan munculnya ayat yang baru. Mereka mempersoalkan adanya kemungkinan perpecahan oleh kebudayaan daerah jika batasan mengenai kebudayaan nasional tidak dijelaskan secara gamblang.
    Sebelum di amandemen, UUD 1945 menggunakan dua istilah untuk mengidentifikasi kebudayaan daerah dan kebudayaan nasional. Kebudayaan bangsa, ialah kebudayaan-kebudayaan lama dan asli yang terdapat sebagi puncak-puncak di daerah-daerah di seluruh Indonesia, sedangkan kebudayaan nasional sendiri dipahami sebagai kebudayaan angsa yang sudah berada pada posisi yang memiliki makna bagi seluruh bangsa Indonesia. Dalam kebudayaan nasional terdapat unsur pemersatu dari Banga Indonesia yang sudah sadar dan menglami persebaran secara nasional. Di dalamnya terdapat unsur kebudayaan bangsa dan unsur kebudayaan asing, serta unsur kreasi baru atau hasil invensi nasional. [3]

    Kebudayaan daerah

    Seluruh kebudayaan daerah yang berasal dari kebudayaan beraneka ragam suku-suku di Indonesia merupakan bagian integral daripada kebudayaan Indonesia.
    Kebudayaan Indonesia walau beraneka ragam, namun pada dasarnya terbentuk dan dipengaruhi oleh kebudayaan besar lainnya seperti kebudayaan Tionghoa, kebudayaan India dan kebudayaan Arab. Kebudayaan India terutama masuk dari penyebaran agama Hindu dan Buddha di Nusantara jauh sebelum Indonesia terbentuk. Kerajaan-kerajaan yang bernafaskan agama Hindu dan Budha sempat mendominasi Nusantara pada abad ke-5 Masehi ditandai dengan berdirinya kerajaan tertua di Nusantara, Kutai, sampai pada penghujung abad ke-15 Masehi.
    Kebudayaan Tionghoa masuk dan mempengaruhi kebudayaan Indonesia karena interaksi perdagangan yang intensif antara pedagang-pedagang Tionghoa dan Nusantara (Sriwijaya). Selain itu, banyak pula yang masuk bersama perantau-perantau Tionghoa yang datang dari daerah selatan Tiongkok dan menetap di Nusantara. Mereka menetap dan menikahi penduduk lokal menghasilkan perpaduan kebudayaan Tionghoa dan lokal yang unik. Kebudayaan seperti inilah yang kemudian menjadi salah satu akar daripada kebudayaan lokal modern di Indonesia semisal kebudayaan Jawa dan Betawi.
    Kebudayaan Arab masuk bersama dengan penyebaran agama Islam oleh pedagang-pedagang Arab yang singgah di Nusantara dalam perjalanan mereka menuju Tiongkok.
    Kedatangan penjelajah dari Eropa sejak abad ke-16 ke Nusantara, dan penjajahan yang berlangsung selanjutnya, membawa berbagai bentuk kebudayaan Barat dan membentuk kebudayaan Indonesia modern sebagaimana yang dapat dijumpai sekarang. Teknologi, sistem organisasi dan politik, sistem sosial, berbagai elemen budaya seperti boga, busana, perekonomian, dan sebagainya, banyak mengadopsi kebudayaan Barat yang lambat-laun terintegrasi dalam masyarakat.

    Wujud kebudayaan daerah di Indonesia

    Kebudayaan daerah tercermin dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat di seluruh daerah di Indonesia. Setiap saerah memilki ciri khas kebudayaan yang berbeda.

    Rumah adat





    Rumah gadang, rumah adat sumatera barat
  • Aceh
  • Sumatera Barat : Rumah Gadang
  • Sumatera Selatan : Rumah Limas
  • Jawa : Joglo
  • Papua : Honai
  • Sulawesi Selatan : Tongkonang (Tana Toraja), Bola Soba (Bugis Bone), Balla Lompoa (Makassar Gowa)
  • Sulawesi Tenggara: Istana buton
  • Sulawesi Utara: Rumah Panggung
  • Kalimantan Barat: Rumah Betang
  • Nusa Tenggara Timur: Lopo

Tarian




Tari saman dari Aceh


Lagu

  • Jakarta: Kicir-kicir, Jali-jali, Lenggang Kangkung.
  • Maluku : Rasa Sayang-sayange, Ayo Mama
  • Melayu : Soleram, Tanjung Katung
  • Minangkabau : Kampuang nan Jauh di Mato, Kambanglah Bungo, Indang Sungai Garinggiang
  • Aceh : Bungong Jeumpa
  • Ampar-Ampar Pisang (Kalimantan Selatan)
  • Anak Kambing Saya (Nusa Tenggara Timur)
  • Oras Loro Malirin, Sonbilo, Tebe Onana, Ofalangga, Do Hawu, Bolelebo, Lewo Ro Piring Sina, Bengu Re Le Kaju, Aku Retang, Gaila Ruma Radha Nusa Tenggara Timur
  • Angin Mamiri (Sulawesi Selatan)
  • Anju Ahu (Sumatera Utara)
  • Apuse (Papua)
  • Ayam Den Lapeh (Sumatera Barat)
  • Barek Solok (Sumatera Barat)
  • Batanghari (Jambi)
  • Bubuy Bulan (Jawa Barat)
  • Buka Pintu (Maluku)
  • Bungo Bangso (Sumatera Utara)
  • Bungong Jeumpa (Aceh)
  • Burung Tantina (Maluku)
  • Butet (Sumatera Utara)
  • Cik-Cik Periuk (Kalimantan Barat)
  • Cikala Le Pongpong (Sumatera Utara)
  • Cing Cangkeling (Jawa Barat)
  • Cuk Mak Ilang (Sumatera Selatan)
  • Dago Inang Sarge (Sumatera Utara)
  • Dayung Palinggam (Sumatera Barat)
  • Dayung Sampan (Banten)
  • Dek Sangke (Sumatera Selatan)
  • Desaku (Nusa Tenggara Timur)
  • Esa Mokan (Sulawesi Utara)
  • Es Lilin (Jawa Barat)
  • Gambang Suling (Jawa Tengah)
  • Gek Kepriye (Jawa Tengah)
  • Goro-Gorone (Maluku)
  • Gending Sriwijaya (Sumatera Selatan)
  • Gundul Pacul (Jawa Tengah)
  • Helele U Ala De Teang (Nusa Tenggara Barat)
  • Huhatee (Maluku)
  • Ilir-Ilir (Jawa Tengah)
  • Indung-Indung (Kalimantan Timur)
  • Injit-Injit Semut (Jambi)
  • Jali-Jali (Jakarta)
  • Jamuran (Jawa Tengah)
  • Kabile-Bile (Sumatera Selatan)
  • Kalayar (Kalimantan Tengah)
  • Kambanglah Bungo (Sumatera Barat)
  • Kampuang Nan Jauh Di Mato (Sumatera Barat)
  • Ka Parak Tingga (Sumatera Barat)
  • Karatagan Pahlawan (Jawa Barat)
  • Keraban Sape (Jawa Timur)
  • Keroncong Kemayoran (Jakarta)
  • Kicir-Kicir (Jakarta)
  • Kole-Kole (Maluku)
  • Lalan Belek (Bengkulu)
  • Lembah Alas (Aceh)
  • Lisoi (Sumatera Utara)
  • Madekdek Magambiri (Sumatera Utara)
  • Malam Baiko (Sumatera Barat)
  • Mande-Mande (Maluku)
  • Manuk Dadali (Jawa Barat)
  • Ma Rencong (Sulawesi Selatan)
  • Mejangeran (Bali)
  • Mariam Tomong (Sumatera Utara)
  • Moree (Nusa Tenggara Barat)
  • Nasonang Dohita Nadua (Sumatera Utara)
  • O Ina Ni Keke (Sulawesi Utara)
  • Ole Sioh (Maluku)
  • Orlen-Orlen (Nusa Tenggara Barat)
  • O Ulate (Maluku)
  • Pai Mura Rame (Nusa Tenggara Barat)
  • Pakarena (Sulawesi Selatan)
  • Panon Hideung (Jawa Barat)
  • Paris Barantai (Kalimantan Selatan)
  • Peia Tawa-Tawa (Sulawesi Tenggara)
  • Peuyeum Bandung (Jawa Barat)
  • Pileuleuyan (Jawa Barat)
  • Pinang Muda (Jambi)
  • Piso Surit (Aceh)
  • Pitik Tukung (Yogyakarta)
  • Flobamora, Potong Bebek Angsa (Nusa Tenggara Timur)
  • Rambadia (Sumatera Utara)
  • Rang Talu (Sumatera Barat)
  • Rasa Sayang-Sayange (Maluku)
  • Ratu Anom (Bali)
  • Saputangan Bapuncu Ampat (Kalimantan Selatan)
  • Sarinande (Maluku)
  • Selendang Mayang (Jambi)
  • Sengko-Sengko (Sumatera Utara)
  • Siboga Tacinto (Sumatera Utara)
  • Sinanggar Tulo (Sumatera Utara)
  • Sing Sing So (Sumatera Utara)
  • Sinom (Yogyakarta)
  • Si Patokaan (Sulawesi Utara)
  • Sitara Tillo (Sulawesi Utara)
  • Soleram (Riau)
  • Surilang (Jakarta)
  • Suwe Ora Jamu (Yogyakarta)
  • Tanduk Majeng (Jawa Timur)
  • Tanase (Maluku)
  • Tapian Nauli (Sumatera Utara)

  • Tebe Onana (Nusa Tenggara Barat)
  • Te Kate Dipanah (Yogyakarta)
  • Tokecang (Jawa Barat)

  • Tope Gugu (Sulawesi Tengah)
  • Tumpi Wayu (Kalimantan Tengah)
  • Tutu Koda (Nusa Tenggara Barat)
  • Terang Bulan (Jakarta)
  • Yamko Rambe Yamko (Papua)
  • Bapak Pucung (Jawa Tengah)

  • Stasiun Balapan, Didi Kempot (Jawa Tengah)

  • bulu londong, malluya, io-io, ma'pararuk (Sulawesi Barat)

Musik

Alat musik


Gambar

Patung

Pakaian

Suara

  • Jawa: Sinden.
  • Sumatra: Tukang cerita.
  • Talibun : (Sibolga, Sumatera Utara)

Sastra/tulisan

  • Talibun : (Sibolga, Sumatera Utara)
Sastra/tulisan

0 التعليقات:

إرسال تعليق

silahkan kasih pesan atau komentar untuk blog ini.....